Foto: Media sosial
Meme-meme lucu tentang THR bertebaran di media sosial.
|
Yang pasti, memberikan THR bagi pekerja adalah wajib bagi pengusaha, dan besaran THR juga harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan atau aturan pemerintah, tidak boleh dilanggar. Jika melanggar, maka pengusaha yang bersangkutan terancam sanksi berupa denda atau sanksi administratif. Hayo, siapa para pengusaha yang mau coba-coba melanggar?
Pada dasarnya, pengaturan mengenai pekerja secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Sayangnya, ketentuan mengenai Tunjangan Hari Raya alias THR tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan, melainkan secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 (Permenaker 6/2016) tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Kapan THR Dibayarkan?
Tunjangan Hari Raya (THR) adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau karyawannya menjelang Hari Raya Keagamaan. Berdasarkan Permenaker 6/2016, THR ini wajib dibayarkan kepada pekerja paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
Berapa Besaran THR?
Berdasarkan Permenaker 6/2016, pekerja/buruh yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar satu bulan upah. Adapun pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja sedikitnya satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, tetap diberikan THR secara proporsional sesuai masa kerja dengan rumus perhitungan:
Masa Kerja X Besaran 1 (satu) Bulan Upah
12
Besaran upah 1 (satu) bulan yang dimaksud itu terdiri atas komponen upah:
==> Upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages), tapi bisa juga upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Contoh Perhitungan THR:
Sebagai contoh, jika upah 1 (satu) bulan sebesar Rp 5.000.000 dengan masa kerja misalnya 5 bulan, maka perhitungan THR sebagai berikut: (5 x Rp 5.000.000)/12 = Rp 2.083.333.
Namun, bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan pemrintah, maka besaran THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan.
Sanksi Bagi Pengusaha yang Terlambat atau Tidak Membayar THR
Berdasarkan Permenaker 6/2016, pengusaha yang terlambat membayar THR kepada pekerja/buruh dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar (tujuh hari sebelum hari raya keagamaan). Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja/buruh.
Adapun pengusaha yang tidak membayar THR kepada pekerja/buruh juga dikenai sanksi administratif berupa:
a. Teguran tertulis
b. Pembatasan kegiatan usaha
c. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
d. Pembekuan kegiatan usaha
Dasar Hukum Pemberian THR bagi Pekerja/Buruh:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan;
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Demikian tutorial perhitungan besaran THR, semoga bermanfaat bagi para pengusaha yang masih bingung cara menghitung besaran THR yang akan diberikan kepada para karyawannya. (sb-18)
Sumber: Hukumonline.com
0 komentar: